Di Mana Budaya Malu : Ngotot dan Bangga dengan Melanggar
Surakarta, Jawa Tengah (24/11/2022) Miris dan malu melihat anak bangsa apalagi kaum terpelajar, pejabat dan orang orang terhormat yang masih bangga kalau bisa melanggar, bisa melawan dan memaki maki polisi, mendapat keistimewaan di jalan raya dan banyak hal lain yang menyebalkan dan membahayakan keselematan. Pamer okol yang mengalahkan akal pun lebih banyak dipertontonkan di muka publik.
Dan anehnya semua menganggap hal kecil yang cukup minta maaf dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Hukum seakan jadi sesuatu untuk dilanggar bukan untuk dipatuhi. Perlambatan, kemacetan dan kecelakaan maupun masalah lalu lintas lainnya social costnya sangat mahal dan kontra produktif.
Memalukan, menginjak injak hukum sama saja perilaku merusak peradaban. Yang lebih memalukan malah diviralkan dipamerkan dibangga banggakan. Sesuatu yang merusak citra dan budaya humanis bangsa yang dipamerkan dengan pelanggaran lalu lintas yang sengaja dilakukan. Bahkan ada kaum yang terpelajar dan memahami hukum ikut memprovokasi dan menganjurkan tidak perlu patuh polisi. Tatkala kaum intelektual sudah kehilangan akal sehat dan logikanya maka merefleksikan ada yang sakit dari suatu bangsa.
Bisa dibayangkan jika anak SD yang belum cukup umur dengan entengnya mengendarai sepeda motor di jalan raya. Anak SMP yang memaki maki petugas polisi yang menasehatinya. Ada sekelompok orang yang ingin selalu benar dengan mendapatkan hak istimewa di jalan raya, dengan nomor kodes spesial, dengan stiker institusi tertentu, demgan memasang sirine dan rotator walau untuk kepentingan pribadi dan masih nanyak hal memalukan di jalan raya.
Masalah lalu lintas bisa dikatakan dimulai dari pelanggaran.
Penulis : Brigjen Pol.Prof.Dr Chryshnanda DL, M.Si
Image : oto.detik.com
2025-11-19 17:19:44
2025-11-12 17:00:04